Kisah-kisah Teladan Menakjubkan Tentang Semangat Menuntut Ilmu


Berikut ini adalah sepenggal kisah-kisah menakjubkan tentang kesungguhan para Ulama dalam menuntut ilmu. Semoga bisa menjadi pelajaran dan teladan bagi kita untuk bersemangat menjalankan aktifitas ilmiyyah : menempuh perjalanan menghadiri majelis ilmu, mencatat, murojaah (mengingat kembali pelajaran yang sudah didapat), membaca buku-buku para Ulama’, merangkum, meringkas, menyadur dan menyalin tulisan para ulama, mencatat faidah-faidah ilmu yang kita lihat dan dengar, mendengarkan rekaman ceramah-ceramah ilmiyyah melalui file-file audio, dan semisalnya.

Sesungguhnya menuntut ilmu adalah ibadah, bahkan menurut al-Imam asy-Syafi’i:

طَلَبُ الْعِلْمِ أَفْضَلُ مِنْ صَلَاةِ النَّافِلَةِ

Menuntut ilmu lebih utama dibandingkan sholat Sunnah (Musnad asySyafi’i (1/249), Tafsir alBaghowy (4/113), Faidhul Qodiir (4/355))

Kisah-kisah nyata berikut ini sebagian besar disarikan dari kitab alMusyawwaq ilal Qiro-ah wa tholabil ‘ilm karya Ali bin Muhammad al-‘Imran.

KESABARAN DAN KESUNGGUHAN MENUNTUT ILMU

Ibnu Thahir al-Maqdisy berkata : Aku dua kali kencing darah dalam menuntut ilmu hadits, sekali di Baghdad dan sekali di Mekkah. Aku berjalan bertelanjang kaki di panas terik matahari dan tidak berkendaraan dalam menuntut ilmu hadits sambil memanggul kitab-kitab di punggungku

BELAJAR SETIAP HARI

Al-Imam anNawawy setiap hari membaca 12 jenis ilmu yang berbeda (Fiqh, Hadits, Tafsir, dsb..)

MEMBACA KITAB SEBAGAI PENGUSIR KANTUK

Ibnul Jahm membaca kitab jika beliau mengantuk, pada saat yang bukan semestinya. Sehingga beliau bisa segar kembali.

BERUSAHA MENDAPATKAN FAIDAH ILMU MESKI DI KAMAR MANDI

Majduddin Ibn Taimiyyah (Kakek Syaikhul Islam Ibn Taimiyyah) jika akan masuk kamar mandi berkata kepada orang yang ada di sekitarnya: Bacalah kitab ini dengan suara keras agar aku bisa mendengarnya di kamar mandi.

40 TAHUN TIDAKLAH TIDUR KECUALI KITAB BERADA DI ATAS DADANYA

Al-Hasan alLu’lu-i selama 40 tahun tidaklah tidur kecuali kitab berada di atas dadanya.

TIDAKLAH BERJALAN KECUALI BERSAMANYA ADA KITAB

Al-Hafidz alKhothib tidaklah berjalan kecuali bersamanya kitab yang dibaca, demikian juga Abu Nu’aim alAsbahaany (penulis kitab Hilyatul Awliyaa’)

MENJUAL RUMAH UNTUK MEMBELI KITAB

Al-Hafidz Abul ‘Alaa a-Hamadzaaniy menjual rumahnya seharga 60 dinar untuk membeli kitab-kitab Ibnul Jawaaliiqy

KEMAMPUAN MEMBACA YANG LUAR BIASA

Ibnul Jauzy sepanjang hidupnya telah membaca lebih dari 20.000 jilid kitab

Al-Khothib al-Baghdady membaca Shahih al-Bukhari dalam 3 majelis ( 3 malam), setiap malam mulai ba’da Maghrib hingga Subuh (jeda sholat)

Catatan : Shahih alBukhari terdiri dari 7008 hadits, sehingga rata-rata dalam satu kali majelis (satu malam) dibaca 2336 hadits.

Abdullah bin Sa’id bin Lubbaj al-Umawy dibacakan kepada beliau Shahih Muslim selama seminggu dalam sehari 2 kali pertemuan (pagi dan sore) di masjid Qurtubah Andalus setelah beliau pulang dari Makkah.

Catatan : Shahih Muslim terdiri dari 5362 hadits

Al-Hafidz Zainuddin al-Iraqy membaca Musnad Ahmad dalam 30 majelis (pertemuan)

Catatan : Musnad Ahmad terdiri dari 26.363 hadits, sehingga rata-rata dalam sekali majelis membacakan lebih dari 878 hadits.

Al-‘Izz bin Abdissalaam membaca kitab Nihaayatul Mathlab 40 jilid dalam tiga hari (Rabu, Kamis, dan Jumat) di masjid.

Al-Mu’taman as-Saaji membaca kitab al-Fashil 465 halaman (kitab pertama tentang Mustholah hadits) dalam 1 majelis.

Salah seorang penuntut ilmu membacakan di hadapan Syaikh Bin Baz Sunan anNasaa’i selama 27 majelis

Catatan : jika yang dimaksud adalah Sunan anNasaai as-Sughra terdiri dari 5662 hadits, sehingga rata-rata lebih dari 209 hadits dalam satu majelis.

Syaikh Muhammad Nashiruddin al-Albany rata-rata menghabiskan waktu selama 12 jam sehari untuk membaca buku-buku hadits di perpustakaan.

MENGULANG-ULANG MEMBACA SUATU KITAB HINGGA BERKALI-KALI

Al-Muzani berkata: Aku telah membaca kitab arRisalah (karya asy-Syafi’i) sejak 50 tahun lalu dan setiap kali aku baca aku menemukan faidah yang tidak ditemukan sebelumnya.

Gholib bin Abdirrahman bin Gholib al-Muhaariby telah membaca Shahih alBukhari sebanyak 700 kali.

KESUNGGUHAN MENULIS

Ismail bin Zaid dalam semalam menulis 90 kertas dengan tulisan yang rapi.

Ahmad bin Abdid Da-im al-Maqdisiy telah menulis/ menyalin lebih dari 2000 jilid kitab-kitab. Jika senggang, dalam sehari bisa menyelesaikan salinan 9 buku. Jika sibuk dalam sehari menyalin 2 buku.

Ibnu Thahir berkata: saya menyalin Shahih al-Bukhari, Shahih Muslim, dan Sunan Abi Dawud 7 kali dengan upah, dan Sunan Ibn Majah 10 kali

Ibnul Jauzy dalam setahun rata-rata menyalin 50-60 jilid buku

Muhammad bin Mukarrom yang lebih dikenal dengan Ibnu Mandzhur –penulis Lisaanul Arab- ketika meninggal mewariskan 500 jilid buku tulisan tangan

Abu Abdillah alHusain bin Ahmad alBaihaqy adalah seseorang yang cacat sehingga tidak memiliki jari tangan, namun ia berusaha untuk menulis dengan meletakkan kertas di tanah dan menahannya dengan kakinya, kemudian menulis dengan bantuan 2 telapak tangannya. Ia bisa menghasilkan tulisan yang jelas dan bisa dibaca. Kadangkala dalam sehari ia bisa menyelesaikan tulisan sebanyak 50-an kertas.

SANGAT BERSEMANGAT DALAM MENCATAT FAIDAH

Al-Imam anNawawy berkata: Janganlah sekali-kali seseorang meremehkan suatu faidah (ilmu) yang ia lihat atau dengar. Segeralah ia tulis dan sering-sering mengulang kembali.

Al-Imam al-Bukhary dalam semalam seringkali terbangun, menyalakan lampu, menulis apa yang teringat dalam benaknya, kemudian beranjak akan tidur, terbangun lagi , dan seterusnya hingga 18 kali.

Abul Qosim bin Ward atTamiimy jika diberikan kepada beliau suatu kitab beliau akan membaca dari atas hingga bawah, jika menemukan faidah baru beliau tulis dalam kertas tersendiri hingga terkumpul suatu pokok bahasan khusus.

BERSAMA ILMU HINGGA MENJELANG AJAL

Abu Zur’ah arRaaziy ketika menjelang ajal dijenguk oleh sahabat-sahabatnya ahlul hadits mereka mengisyaratkan hadits tentang talqin Laa Ilaaha Illallaah. Hingga Abu Zur’ah berkata:

روى عبدالحميد بن جعفر، عن صالح بن أبي عريب، عن كثير بن مرَّة، عن معاذ عن النبي – صلى الله عليه وسلم -: ((من كان آخر كلامه: لا إله إلا الله دخلَ الجنة))

Abdul Humaid bin Ja’far meriwayatkan dari Sholih bin Abi Uraib dari Katsir bin Murroh dari Muadz dari Nabi shollallaahu ‘alaihi wasallam: Barangsiapa yang akhir ucapannya adalah Laa Ilaaha Illallaah maka ia masuk surga.

Kemudian Abu Zur’ah meninggal dunia

Ibn Abi Hatim berkata: Aku masuk ke ruangan ayahku (Abu Hatim arRaziy) ketika beliau menjelang ajal dalam keadaan aku tidak mengetahuinya aku bertanya kepadanya tentang Uqbah bin Abdil Ghofir apakah ia adalah Sahabat Nabi? Ayahku menggeleng. Aku bertanya: Apakah ia Sahabat Nabi? Ayahku berkata: Bukan. Ia adalah tabi’in. Tidak berapa lama kemudian Abu Hatim meninggal dunia

<< disampaikan pada kajian Rabu Malam Kamis 27 Jumadil Awwal 1433 H/ 18 April 2012 di Masjid Perum PJB Paiton Probolinggo oleh Abu Utsman Kharisman >>


Bakti Santri untuk Negeri


MENGHAFAL ayat-ayat Alquran. Merenungi makna hadis. Memahami kitab nahwu. Para penuntut ilmu tak pernah jemu. Mereka bertarung dengan waktu. Di balik dinding asrama. Di antara gema azan. Terus menghunus semangat. Hingga saat tertentu. Tiba waktu turun gunung.

Begitu sekelumit kehidupan santri. Di pondok-pondok pesantren ahlussunnah. Belajar ilmu agama. Merupakan bagian dari jihad. Dengan secarik kertas dan sepercik tinta. Menumbuhkan pribadi yang tabah. Individu tangguh. Siap berdakwah di mana pun. Demi syiar agama. Demi menunaikan doa ayah-bunda.

Tanggung jawab seorang santri tidak ringan. Usai nyantri. Bersiap jadi da’i. Menyampaikan ilmu yang diraih. Menunjukkan akhlak mulia. Mengamalkan bimbingan nabi. Di setiap inci kehidupan. Santri yang beranjak dewasa. Juga menjadi bagian masyarakat. Mesti membina hubungan sosial yang baik. Dengan lingkungan sekitar. Sesuai aturan Alquran.

Pelibatan santri dalam aksi kemanusiaan. Merupakan sarana efektif. Guna membangun jiwa solidaritas. Sekaligus mendidik proses pendewasaan. Duka Lombok masih terasa. Menyusul Palu. Donggala. Disapa nestapa. Harapan mesti tetap menyala. Tak boleh sirna. Tiap sudut kota melesatkan doa. Mengiringi aksi para pemuda. Di kawasan terdampak bencana.

Pengurus pondok pesantren ahlussunah. Sunni-salafi senusantara. Berupaya responsif. Bertindak cepat dan tepat. Bersinergi. Menjalin koordinasi. Membangun empati. Pada ujian menimpa negeri. Santri dewasa dikirim ke garis depan. Menyalurkan bantuan. Moril. Sprirituil. Materiil.

Tim relawan santri. Gelombang pertama. Berangkat, Senin (1/10). Menempuh jalur darat. Menyeberangi selat Bali dan Lombok. Mereka antusias ingin berbuat. Dilandasi niat tulus dan keimanan. Coba meringankan beban penduduk bumi Rinjani.

Dari channel Telegram: pedulibencana. Saya gabung kemarin pagi. Tercatat ada santri asal Majalengka: Nizar. Rekan setimnya dari Kediri, Klaten, Blitar, Jember, Solo, Pekalongan dan Jogja. Mereka berangkat dari Ponpes As Salafy, Jember. Pondok seperjuangan Ponpes Dhiya’us Sunnah, Cirebon. Sementara payung koordinasi skala nasional. Di bawah Yayasan Darul Hadits Lombok dan Yayasan Miratsul Anbiya Palu. Bersama Komunitas Ahlussunnah wal Jamaah se-Indonesia.

Pengasuh Ponpes As Salafy, Ustad Luqman Ba’abduh. Cukup dikenal warga Kota Udang. Beberapa kali beliau mengadakan daurah (tablig akbar). Terakhir, 29 April lalu di Masjid Kompleks Pertamina, Klayan. Persis sepekan setelah pengasuh Ponpes Dhiya’us Sunnah, Ustad Muhammad As Sewed, daurah di tempat yang sama.

Setelah pembekalan khusus. Plus suntikan motivasi serta taushiyah. Relawan santri mengibarkan bendera start. Membawa perlengkapan tempur: Berdus-dus logistik. Ada logistik urusan perut. Logistik medis. Logistik ruhani; buku-buku bacaan Islami. Tidak lupa majalah bertagline Ilmiah dan di Atas Sunnah: Asy Syariah. Juga logistik pendukung buang hajat: kloset. Logistik pertukangan. Logistik herbal penjaga stamina: madu dan habatussauda (jintan hitam).

Logistik psikis tidak diabaikan. Ini penting. Bagi anak-anak korban bencana. Maka pensil warna dibawa. Lembar mewarnai disiapkan. Media gunting tempel diberikan. Guna menghilangkan trauma pascabencana. Dan penat selama di tenda pengungsian. Anak-anak perlu diberi hiburan yang mendidik. Dihilangkan kesedihan. Dibangkitkan harapannya. Menyongsong hari esok lebih baik. Biidznillah…

Selain mahir membaca Alquran. Paham ilmu akidah dan sunnah. Tahu mana halal. Mana Haram. Para santri juga dibekali kemampuan mengajar. Mendekatkan diri pada masyarakat. Sehingga goal-nya masyarakat tetap eling. Waras. Sehat jasmani-ruhani. Di tengah kepungan bencana. Di antara gempa bersusulan. Mereka merasa tidak dilupakan. Saudara sebangsa. Bahkan lintas benua. Memberi perhatian. Membebat luka. Mengubur duka. Meniupkan angin kesabaran. Meyakinkan pertolongan Allah itu dekat.

Rencana selama satu bulan. Relawan santri terjun ke medan laga. Berjibaku membantu masyarakat. Membangun posko koordinasi. Juga membenahi kamp pengungsian. Mereka mengantongi kemampuan SAR. Search And Rescue. Medis dasar serta P3K. Jangan meremehkan ini.

Karena di kawasan terdampak bencana. Sebelum kita menolong orang. Atau mengevakuasi korban. Secara individu harus survive (bertahan) dulu. Wajib tahu teknik dasar SAR. Jangan sampai tim penolong, malah ditolong. Kebalik hehe…

Petugas pelatihan adalah Pak Sahirudin. Staf pengajar K3 Darurat. Di salah satu anak perusahaan PLTU Paiton, Probolinggo. PLTU yang pernah diliput oleh sahabat saya. Sesama wartawan dulu. Sekarang redaktur halaman tulisan ini (senyum).

Donasi Empat Bahasa

Selain channel Telegram. Perkembangan situasi di lapangan. Juga bisa diakses di website: pedulibencana.com. Imbauan menghimpun bantuan. Skala nasional dan internasional juga disampaikan. Asatidzah memutuskan. Siaran penggalangan donasi lewat empat bahasa: Indonesia, Arab, Inggris dan Belanda. Sehingga gaung peduli korban bencana Lombok dan Sulteng lebih luas lagi.

Bahasa negeri Makkah-Madinah: Da’mul Mushabiin fi Loombok wa Suulawesi al Wustha. Bahasa wong Manchester: Donations For The Victims In Lombok And Sulawesi. Dan, Giften Voor De Slachtoffers In Lombok En Sulawesi, pesan wong Londo. Bantuan segera berdatangan. Dari negeri kanguru. Negeri singa. Negeri si mbah Elizabeth. Negeri bunga tulip. Sampai negeri abang Trump. Semua ambil bagian. Memeluk negeri Teuku Umar. “Mereka murni membantu. Tidak ada unsur politik. Atau muatan apa pun,” kata panitia, Humas Program Peduli Lombok dan Sulteng.

Solidaritas Pelukis Salafi

Dari hobi menjadi donasi. Pegiat kuas dan kanvas beraksi. Bazar lukisan digelar. Karya ditawarkan. Secara online. Hasilnya masuk ke bendahara Program Peduli Bencana. Salah satu pelukis, Abu Yahya Deni mengungkapkan, lelang lukisan bakal berlanjut. Tidak ditentukan sampai kapan. “Sudah tiga terjual. Kita nikmati berkarya, sambil membantu sesama,” katanya.

Akh Deni melanjutkan, lukisan yang ditawarkan merupakan stok. Karya terbaru juga disiapkan. Diameter lukisan mulai 20×25 cm sampai satu meter lebih. Ada yang memakai cat minyak. Ada yang aklirik. Tidak ada gambar makhluk hidup. Ada gambar undakan sawah khas Ubud. Gulungan ombak. Sandal jepit di atas tegel: Bisaan mirip banget! “Setelah mengaji (salafi), saya ajak teman pelukis tetap menggambar. Tapi yang syar’i (bukan makhluk hidup, pen),” tutur pelukis yang sempat mukim di Bali itu.

Belum bisa langsung ke lokasi. Santri dan santriwati Ponpes Al Ittiba, Sumpiuh, Cilacap, juga mengirimkan bantuan. Upaya mereka patut diapresiasi. Berusaha mendidik diri. Berderma sejak muda. Mengumpulkan infak. Mempererat rasa kemanusiaan. Tanpa memandang etnis. Maupun suku. Ini bakal melegakan saudara-saudara mereka. Membuka ruang yang mengimpit dada. Mengangkat kesusahan dan kesulitan.

Kita memuji Allah. Atas segala pertolongan-Nya. Dan senantiasa mengingat sabda Rasulullah shallallahu’alahi wa sallam: “Seorang mukmin dengan mukmin lain seperti satu bangunan kuat. Saling menguatkan sesama mereka.” (HR. Bukhari). Kita tengadahkan tangan ke langit. Tak lupa ulurkan tangan di bumi.

Peran aktif santri di tengah bencana. Adalah poin penting. Menyelaraskan hubungan vertikal dan horizontal. Berusaha melembutkan hati manusia. Seperti yang diajarkan Rasulullah. Sehingga akan mendatangkan hikmah. Tersebarnya dakwah tauhid dan sunnah. Di tengah berbagai kemaksiatan. Kegelapan syirik dan bid’ah. Salam hangat dari kami, Komunitas Ahlussunnah wal Jamaah Sunni Salafi Indonesia. (*)

*) Ditulis M Rona Anggie, santri tamu Pondok Pesantren Dhiya’us Sunnah, Kota Cirebon.

Sebagaimana yang telah diterbitkan di Radar Cirebon Edisi Kamis 04 Oktober 2018 dan di http://www.radarcirebon.com/bakti-santri-untuk-negeri.html

Baca Selengkapnya di Sini… http://www.salafycirebon.com/bakti-santri-untuk-negeri.htm


NASEHAT SALAFUS SHALIH UNTUK KAUM MUSLIMIN


Setelah dipaparkan ayat-ayat dan hadits-hadits yang berkaitan dengan ilmu dan keutamaannya pada edisi yang lalu, sekarang akan dibawakan beberapa atsar yang berisi nasehat dan keterangan akan pentingnya ilmu dan mempelajarinya.

Pertama: Dari ‘Ali bin Abi Thalib radhiyallahu ‘anhu, beliau berkata: “Ilmu itu lebih baik daripada harta, ilmu akan menjagamu sedangkan kamulah yang akan menjaga harta. Ilmu itu hakim (yang memutuskan berbagai perkara) sedangkan harta adalah yang dihakimi. Telah mati para penyimpan harta dan tersisalah para pemilik ilmu, walaupun diri-diri mereka telah tiada akan tetapi pribadi-pribadi mereka tetap ada pada hati-hati manusia.” (Adabud Dunyaa wad Diin, karya Al-Imam Abul Hasan Al-Mawardiy, hal.48)

Kedua: Dari ‘Abdullah bin Mas’ud radhiyallahu ‘anhu bahwasanya beliau apabila melihat para pemuda giat mencari ilmu, beliau berkata: “Selamat datang wahai sumber-sumber hikmah dan para penerang kegelapan. Walaupun kalian telah usang pakaiannya akan tetapi hati-hati kalian tetap baru. Kalian tinggal di rumah-rumah (untuk mempelajari ilmu), kalian adalah kebanggaan setiap kabilah.” (Jaami’ Bayaanil ‘Ilmi wa Fadhlih, karya Al-Imam Ibnu ‘Abdil Barr, 1/52)
Yakni bahwasanya sifat mereka secara umum adalah sibuk dengan mencari ilmu dan tinggal di rumah dalam rangka untuk mudzaakarah (mengulang pelajaran yang telah didapatkan) dan mempelajarinya. Semuanya ini menyibukkan mereka dari memperhatikan berbagai macam pakaian dan kemewahan dunia secara umum demikian juga hal-hal yang tidak bermanfaat atau yang kurang manfaatnya dan hanya membuang waktu belaka seperti berputar-putar di jalan-jalan (mengadakan perjalanan yang kurang bermanfaat atau sekedar jalan-jalan tanpa tujuan yang jelas) sebagaimana yang biasa dilakukan oleh selain mereka dari kalangan para pemuda.

Ketiga: Dari Mu’adz bin Jabal radhiyallahu ‘anhu, dia berkata: “Pelajarilah oleh kalian ilmu, karena sesungguhnya mempelajarinya karena Allah adalah khasy-yah; mencarinya adalah ibadah; mempelajarinya dan mengulangnya adalah tasbiih; membahasnya adalah jihad; mengajarkannya kepada yang tidak mengetahuinya adalah shadaqah; memberikannya kepada keluarganya adalah pendekatan diri kepada Allah; karena ilmu itu menjelaskan perkara yang halal dan yang haram; menara jalan-jalannya ahlul jannah, dan ilmu itu sebagai penenang di saat was-was dan bimbang; yang menemani di saat berada di tempat yang asing; dan yang akan mengajak bicara di saat sendirian; sebagai dalil yang akan menunjuki kita di saat senang dengan bersyukur dan di saat tertimpa musibah dengan sabar; senjata untuk melawan musuh; dan yang akan menghiasainya di tengah-tengah sahabat-sahabatnya.
Dengan ilmu tersebut Allah akan mengangkat kaum-kaum lalu menjadikan mereka berada dalam kebaikan, sehingga mereka menjadi panutan dan para imam; jejak-jejak mereka akan diikuti; perbuatan-perbuatan mereka akan dicontoh serta semua pendapat akan kembali kepada pendapat mereka. Para malaikat merasa senang berada di perkumpulan mereka; dan akan mengusap mereka dengan sayap-sayapnya; setiap makhluk yang basah dan yang kering akan memintakan ampun untuk mereka, demikian juga ikan yang di laut sampai ikan yang terkecilnya, dan binatang buas yang di daratan dan binatang ternaknya (semuanya memintakan ampun kepada Allah untuk mereka). Karena sesungguhnya ilmu adalah yang akan menghidupkan hati dari kebodohan dan yang akan menerangi pandangan dari berbagai kegelapan. Dengan ilmu seorang hamba akan mencapai kedudukan-kedudukan yang terbaik dan derajat-derajat yang tinggi baik di dunia maupun di akhirat.
Memikirkan ilmu menyamai puasa; mempelajarinya menyamai shalat malam; dengan ilmu akan tersambunglah tali shilaturrahmi, dan akan diketahui perkara yang halal sehingga terhindar dari perkara yang haram. Ilmu adalah pemimpinnya amal sedangkan amal itu adalah pengikutnya, ilmu itu hanya akan diberikan kepada orang-orang yang berbahagia; sedangkan orang-orang yang celaka akan terhalang darinya.” (Ibid. 1/55)

Keempat: Dari ‘Umar Ibnul Khaththab radhiyallahu ‘anhu, beliau berkata: “Sesungguhnya seseorang keluar dari rumahnya dalam keadaan dia mempunyai dosa-dosa seperti gunung Tihamah, akan tetapi apabila dia mendengar ilmu (yaitu mempelajari ilmu dengan menghadiri majelis ilmu), kemudian dia menjadi takut, kembali kepada Rabbnya dan bertaubat, maka dia pulang ke rumahnya dalam keadaan tidak mempunyai dosa. Oleh karena itu, janganlah kalian meninggalkan majelisnya para ulama.” (Miftaah Daaris Sa’aadah, karya Al-Imam Ibnul Qayyim, 1/77)
Dan beliau juga berkata: “Wahai manusia, wajib atas kalian untuk berilmu (mempelajari dan mengamalkannya), karena sesungguhnya Allah Ta’ala mempunyai selendang yang Dia cintai. Maka barangsiapa yang mempelajari satu bab dari ilmu, Allah akan selendangkan dia dengan selendang-Nya. Apabila dia terjatuh pada suatu dosa hendaklah meminta ampun kepada-Nya, supaya Dia tidak melepaskan selendang-Nya tersebut sampai dia meninggal.” (Ibid. 1/121)

Kelima: Berkata Abud Darda` radhiyallahu ‘anhu: “Sungguh aku mempelajari satu masalah dari ilmu lebih aku cintai daripada shalat malam.” (Ibid. 1/122)
Bukan berarti kita meninggalkan shalat malam, akan tetapi ini menunjukkan bahwa mempelajari ilmu itu sangat besar keutamaannya dan manfaatnya bagi ummat.

Keenam: Dari Al-Hasan Al-Bashriy rahimahullaah, beliau berkata: “Sungguh aku mempelajari satu bab dari ilmu lalu aku mengajarkannya kepada seorang muslim di jalan Allah (yaitu mempelajari dan mengajarkannya karena Allah semata) lebih aku cintai daripada aku mempunyai dunia seluruhnya.” (Al-Majmuu’ Syarh Al-Muhadzdzab, karya Al-Imam An-Nawawiy, 1/21)

Ketujuh: Dari Al-Imam Asy-Syafi’i rahimahullaah, beliau berkata: “Tidak ada sesuatupun yang lebih utama setelah kewajiban-kewajiban daripada menuntut ilmu.” (Ibid. 1/21)

Adapun bait-bait sya’ir yang menjelaskan tentang permasalahan ilmu dan kedudukannya itu sangat banyak dan tidak bisa dihitung, dan di sini hanya akan disebutkan dua di antaranya:
“Tidak ada kebanggaan kecuali bagi ahlul ilmi (orang-orang yang berilmu) karena sesungguhnya mereka berada di atas petunjuk bagi orang yang meminta dalil-dalilnya dan derajat setiap orang itu sesuai dengan kebaikannya (dalam masalah ilmu) sedangkan orang-orang yang bodoh adalah musuh bagi ahlul ilmi.”

Dan sya’irnya Al-Imam Asy-Syafi’i:

“Belajarlah karena tidak ada seorangpun yang dilahirkan dalam keadaan berilmu, dan tidaklah orang yang berilmu seperti orang yang bodoh. Sesungguhnya suatu kaum yang besar tetapi tidak memiliki ilmu maka sebenarnya kaum itu adalah kecil apabila terluput darinya keagungan (ilmu). Dan sesungguhnya kaum yang kecil jika memiliki ilmu maka pada hakikatnya mereka adalah kaum yang besar apabila perkumpulan mereka selalu dengan ilmu.”

Disadur dari kitab Aadaabu Thaalibil ‘Ilmi hal.18-22, Wallaahul Muwaffiq, Wallaahu A’lam.

Wajibkah Bermadzhab?

Pertanyaan:
Assalaamu’alaikum:
1. Apa hukum bermadzhab (4 imam)?
2. Apakah Al-Imam Al-Bukhariy mempunyai madzhab (mengikuti salah satu madzhab)? (Budhi Dharma, the_natural…@yahoo.com)

Jawab:
Wa’alaikumus salaam warahmatullaah.
1. Sesungguhnya kalau kita perhatikan dalil-dalil baik dari Al-Qur`an ataupun As-Sunnah maka tidak ada satupun dalil yang mewajibkan mengikuti madzhab-madzhab tertentu termasuk empat madzhab yang terkenal yaitu Al-Ahnaaf (madzhab Hanafiy), Malikiy, Syafi’i dan Hanaabilah (madzhab Hambaliy). Kita hanya diwajibkan untuk mengikuti dalil baik dari Al-Qur`an ataupun As-Sunnah dengan pemahaman generasi terbaik ummat ini yaitu para shahabat, tabi’in, tabi’ut tabi’in serta para ulama yang mengikuti jejak mereka.
Allah berfirman:

اتَّبِعُوا مَا أُنزِلَ إِلَيْكُم مِّن رَّبِّكُمْ وَلَا تَتَّبِعُوا مِن دُونِهِ أَوْلِيَاءَ ۗ قَلِيلًا مَّا تَذَكَّرُونَ

“Ikutilah apa yang diturunkan kepada kalian dari Tuhan kalian dan janganlah kalian mengikuti pemimpin-pemimpin selain-Nya. Amat sedikitlah kalian mengambil pelajaran (daripadanya).” (Al-A’raaf:3)

قُلْ هَٰذِهِ سَبِيلِي أَدْعُو إِلَى اللَّهِ ۚ عَلَىٰ بَصِيرَةٍ أَنَا وَمَنِ اتَّبَعَنِي ۖ وَسُبْحَانَ اللَّهِ وَمَا أَنَا مِنَ الْمُشْرِكِينَ

“Katakanlah: “Inilah jalan (agama)ku, aku dan orang-orang yang mengikutiku mengajak (kalian) kepada Allah dengan hujjah yang nyata, Maha Suci Allah, dan aku tiada termasuk orang-orang yang musyrik”. (Yuusuf:108)
Dan ayat-ayat lainnya yang memerintahkan untuk mengikuti dalil dan melarang untuk fanatik kepada kelompok tertentu ataupun individu tertentu.

Bahkan para imam yang empat tersebut, baik Abu Hanifah, Al-Imam Malik, Al-Imam Asy-Syafi’i, dan Al-Imam Ahmad bin Hanbal, semuanya sepakat melarang taqlid kepada mereka.
Al-Imam Abu Hanifah mengatakan: “Apabila hadits itu shahih maka itulah madzhabku.”
Beliau juga mengatakan: “Tidak halal bagi siapapun mengikuti perkataan kami bila ia tidak mengetahui dari mana kami mengambil sumbernya.”
Al-Imam Malik mengatakan: “Saya hanyalah seorang manusia biasa, terkadang berbuat salah dan terkadang benar. Oleh karena itu, telitilah pendapatku. Apabila sesuai dengan Al-Qur`an dan As-Sunnah, ambillah; dan sebaliknya apabila tidak sesuai dengan Al-Qur`an dan As-Sunnah, maka tinggalkanlah.”
Beliau juga berkata: “Siapapun orangnya, perkataannya bisa ditolak dan bisa diterima, kecuali hanya Nabi (yang wajib diterima).”
Al-Imam Asy-Syafi’i berkata: “Seluruh kaum muslimin telah sepakat bahwa siapa saja yang secara jelas mengetahui suatu hadits dari Rasulullah, tidak halal baginya meninggalkannya guna mengikuti pendapat seseorang.”
Beliau juga berkata: “Bila suatu masalah ada haditsnya yang sah dari Rasulullah menurut ahlul hadits, tetapi pendapatku menyelisihinya, maka pasti aku akan mencabutnya, baik selama aku hidup maupun setelah aku mati.”
Al-Imam Ahmad berkata: “Janganlah engkau taqlid kepadaku atau kepada Malik, Asy-Syafi’i, Al-Auza’i dan Ats-Tsauri, tetapi ambillah dari sumber yang telah mereka ambil.”
Beliau juga berkata: “Barangsiapa yang menolak hadits Rasulullah, berarti dia berada di jurang kehancuran.” (Lihat perkataan para imam tersebut dalam Muqaddimah Shifatu Shalaatin Nabiy, karya Asy-Syaikh Al-Albaniy)

Walaupun demikian, semua kaum muslimin sepakat bahwa mereka adalah para ulama, orang-orang yang mulia, yang patut dijadikan teladan. Bahkan kita mempelajari Dinul Islam melalui bimbingan mereka dari kitab-kitab yang telah mereka tulis.
Tidaklah kita bisa mempelajari Dinul Islam dengan benar kecuali melalui bimbingan dan pemahaman para ulama dari kalangan shahabat, tabi’in, tabi’ut tabi’in dan para imam yang mengikuti jejak mereka.
Yang dilarang adalah ta’ashshub (fanatik kepada madzhab tertentu). Kalaulah mereka berbeda pendapat dalam suatu masalah maka kita ikuti pendapat yang paling kuat, yang sesuai dengan dalil. Adapun pendapat yang salah maka tidak boleh diikuti dengan tetap kita menghormati mereka sebagai para ulama yang mendapat dua pahala jika benar dan satu pahala jika salah.

2. Demikian pula Al-Imam Al-Bukhariy, beliau tidak bermadzhab dengan madzhab apapun kecuali madzhabnya ahlul hadits yaitu Al-Qur`an dan As-Sunnah dengan pemahaman salaful ummah, walaupun beliau termasuk salah seorang muridnya Al-Imam Ahmad bin Hanbal. Yang sesuai dengan dalil, maka itulah yang beliau ikuti. Wallaahu A’lam.

(Dikutip dari Bulletin Al Wala’ wal Bara’ Bandung, Edisi ke-21 Tahun ke-3 / 22 April 2005 M / 13 Rabi’ul Awwal 1426 H, url http://fdawj.atspace.org/awwb/th3/21.htm)


KEISTIMEWAAN BULAN RAMADHAN KEUTAMAAN DAN MANFAAT PUASA


Segala puji bagi Allah ta’ala Dzat yang telah memberikan anugerah, taufiq dan kenikmatan. Dia-lah yang telah mensyari’atkan kepada hamba-Nya pada bulan Ramadhan untuk melaksanakan ibadah puasa dan menegakkan pada malam harinya ibadah shalat malam (shalat tarawih). Syari’at ini satu kali dalam tiap tahunnya. Allah ta’ala telah menjadikan syariat puasa tersebut sebagai salah satu rukun Islam dan pondasinya yang agung serta menjadikannya sebagai pembersih jiwa dari kotoran dosa-dosa.

Baca selanjutnya…


Dakwah Tauhid dan Sunnah dengan Sistem pondok pesantren adalah solusi Deradikalisasi


Audio Tausiyah wali santri/ pembagian rapor dan kenaikan kelas semester -2

Tema :

Dakwah Tauhid dan Sunnah dengan Sistem pondok pesantren adalah solusi Deradikalisasi

Pemateri :

Al Ustadz Muhammad bin Umar Assewed حفظه الله

Kamis , 15 Ramadhan 1439 H /31 Mei 2018 M

Pukul. 09.00 wib s/d selesai

Masjid Abu Bakr Ash Shiddiq, Ma”had Dhiyaus Sunnah Cirebon

Radio Adh dhiya Cirebon`

www.salafycirebon.com

Link Kajian :

https://bit.ly/2J3nzrj

Baarokallohu fykum

WhatsApp Salafy Cirebon

CHANNEL TELEGRAM :

http://bit.ly/salafycirebon

[wonderplugin_audio id=”2″]

[wonderplugin_audio id=”3″]


HUKUM SHALAT TARAWIH 4 RAKAAT SEKALI SALAM


Ulama berbeda pendapat;

PENDAPAT PERTAMA; tidak sah. Demikian pendapat asy syafi’i.
Dalil pendapat pertama sebagaimana disebutkan oleh asy syaikh muhammad bin hadi al madkhali.

PENDAPAT KEDUA; sah dan dibolehkan. Demikian pendapat an nawawi dan juga syaikh al albani.
Dalil pendapat kedua adalah karena cara tersebut pun dilakukan oleh rasulullah. Demikian penukilan tata cara shalat tarawih syaikh Al Albani.

Baca selanjutnya…


KISAH AL IMAM IBNU JARIR ATH THABARI DAN KAKEK YANG FAKIR (KISAH BEGITU INDAH NAN MENGADUNG PELAJARAN)


Dikisahkan oleh Ibnu Jarir ath-Thabari penulis tafsir yang terkenal

Ibnu Jarir ath-Thabari rahimahullah bertutur: Ketika saya berada di Mekah pada musim haji, saya melihat seorang lelaki dari Khurasan berseru seraya berkata: Wahai sekalian jama’ah haji, wahai penduduk Mekah baik yang di kota maupun yang di desa! Sungguh aku telah kehilangan kantong berisikan uang seribu dinar, maka barang siapa yang mengembalikannya kepadaku, niscaya Allah akan membalasnya kebaikan dan membebaskannya dari neraka, dan ia akan mendapatkan pahala dan ganjaran yang besar di hari perhitungan,,,

Baca selanjutnya…


WAHABI ITU ANTITERORISME


Di sela-sela suasana damai menjelang buka puasa di Masjid Nabawi, saya teringat suatu kejadian di dekatnya.

Sebuah peristiwa yang mengguncang suasana damai yang sarat persaudaraan. Saat kaum muslimim berbuka puasa pada 29 Ramadhan 1437 H, sebuah ledakan menggelegar dari arah selatan Masjid Nabawi. Ledakan itu diiringi oleh kobaran api dan kepulan asap hitam yang membubung ke langit. Tak pelak, kepanikan pun tiba-tiba merebak di sekitar tempat kejadian. Kecemasan dan penasaran menyelimuti para pengunjung Masjid Nabawi yang tengah berbuka puasa. Apa gerangan yang terjadi sehingga membuat sirna rasa damai dan aman kaum muslimin?

Baca selanjutnya…


Mengawali Doa Dengan Sholawat


Diantara adab-adab doa adalah mengawali doa dengan pujian dan sanjungan kepada Alloh Ta’ala serta sholawat kepada Nabi Muhammad Shollallohu’alaihi wasallam.

Dari Shahabat Ali bin Abi Tholib Rosululloh shollallohu’alaihi wasallam bersabda :

كل دعاء محجوب حتى يصلى على النبي صلى الله عليه و سلم

“Semua doa terhalangi hingga diiringi dengan sholawat Nabi shollallohu’alaihi wasallam.”

Berkata Asy-Syaikh Al Albani tentang hadits di atas : “Hadits dengan seluruh jalan dan syawahid tidak kurang dari derajat Hasan insyaallahu ta’ala.” (Lihat *Silsilah Al Ahadits Ash Shohihah* 5/54-58 hadits no.2035).

📝 Mahad Al Faruq As Salafy Kalibagor, 22 Rajab 1439 H


Mengambil Pelajaran Di Tengah Puing-Puing Qubrus


Abu Nu’aim Al Ashbahani meriwayatkan sebuah riwayat Mauquf
dari Jubair bin Nufair, beliau berkata:

لَمَّا فُتِحَتْ قُبْرُصُ فُرِّقَ بَيْنَ أَهْلِهَا فَبَكَى بَعْضُهُمْ إِلَى بَعْضٍ ، وَرَأَيْتُ أَبَا الدَّرْدَاءِ جَالِسًا وَحْدَهُ يَبْكِي ، فَقُلْتُ : يَا أَبَا الدَّرْدَاءِ ، مَا يُبْكِيكَ فِي يَوْمٍ أَعَزَّ اللَّهُ فِيهِ الإِسْلامَ وَأَهْلَهُ ؟ قَالَ : ” وَيْحَكَ يَا جُبَيْرُ ، مَا أَهْوَنَ الْخَلْقِ عَلَى اللَّهِ إِذَا هُمْ تَرَكُوا أَمْرَهُ ، بَيْنَا هِيَ أُمَّةٌ قَاهِرَةٌ ظَاهِرَةٌ لَهُمُ الْمُلْكُ تَرَكُوا أَمْرَ اللَّهِ فَصَارُوا إِلَى مَا تَرَى

Ketika Qubrus dikuasai kaum muslimin, (menjadi negeri islam-pent), penduduk negeri itu tercerai berai mereka menangisi satu dan lainnya.

Kata Jubair: Saat itu aku melihat Shahabat Abu Darda’ duduk menyendiri seraya menangis. “Wahai Abu Darda, apa yang membuatmu menangis di hari Alloh Ta’ala muliakan islam dan kaum mislimin ?”

Abu Darda’ pun berkata:

“Wahai Jubair. Saksikanlah, Betapa hinanya makhluk di hadapan Alloh ketika mereka meninggalkan perintah-perintah-Nya ( seperti, kaum kafir yang kita kalahkan – pent),

Baca selanjutnya…